Penantian
Kemeja Tua
Karya:
Deddy Firtana Iman
Kain perca terbuang percuma
Di sini aku mewujudkan ruh impian kehangatan
Pada rongga-rongga lipatan ketulusan empat segi
Menerawang pada ujung pangkal leherku
Terus mengikat kemolekan seuntai bunga terselip di
dada
Aku menatapnya penuh resah
Si tua yang menuai kesakitan
Menunggu bunga bermekaran di tubuh perjuangannya
Tersungkur dan terseok-seok
Kepiluan itu terjangkit memanaskan otakku
Sebagai anaknya
Semoga wujudku menyatu pada sehelai benangmu
Merapat sedekat kulitku, menyatu melipatkan tubuhku
Sehingga wujudku tersembunyi di balik kelembutanmu
Kemeja tua
Terlupakan karena umurmu yang telah meninggi
Terkunci pada lemari gudang-gudang kebencian
penguasa jalanan
Dan aku menangisi memuliakan para veteran
Terbatuk-batuk di pojok kamarnya
Sebentar lagi, mungkin dia akan meninggal
Selamat jalan ayahku
Kau adalah pejuang dalam batinku
Resensi
Puisi
Keindahan untaian kata, imajinasi, nada, makna,
tema, amanat, dan suasana ada pada puisi karya Deddy Firtana Iman. Inilah makna
yang terkandung dalam puisi Penantian Kemeja Tua yang akan saya
coba untuk memahami makna dan dapat diambil tema sekaligus amanat. // Kain
perca terbuang percuma // Di sini aku mewujudkan ruh impian kehangatan//
penulis mengawali untaian katanya dengan ingin mencapai suatu yang ia rindukan
selama ini. // Pada rongga-rongga lipatan ketulusan empat segi // Menerawang
pada ujung pangkal leherku // Terus mengikat kemolekan seuntai bunga terselip
di dada//. Mencoba melepaskan penat rindu selama ini yang tersimpan di dada,
hanya mampu menahan dan belum sempat menyatakan dalam geraknya.
Cukup sulit memahami puisi dengan keseluruhan karena
setiap pembaca mempunyai makna tersendiri. Sang penulis puisi kembali memprkuat
kerinduannya pada bait selanjutnya.
Aku menatapnya penuh resah
Si tua yang menuai kesakitan
Menunggu bunga bermekaran di tubuh perjuangannya
Tersungkur dan terseok-seok
Kepiluan itu terjangkit memanaskan otakku
Sebagai anaknya
Pada
bait kedua ini penulis mencoba menampakkan sedikit penjelasan pada baris satu
dan dua // Aku menatapnya penuh resah // Si tua yang menuai kesakitan // dua
baris tersebut bisa dikatakan kata kunci pada bait kedua. “Si tua” adalah orang
tua yang sedang sakit yang sudah lama hidup dalam perjuangan, // Kepiluan itu
terjangkit memanaskan otakku // Sebagai anaknya // saat “Si tua” sedang menuai
kesakitan si anak dapat merasakan kesedihan melihat “si tua” yang
berarti ayah.
Semoga wujudku menyatu pada sehelai benangmu
Merapat sedekat kulitku, menyatu melipatkan tubuhku
Sehingga wujudku tersembunyi di balik kelembutanmu
Di sini kita tidak dapat menemukan kata kunci
seperti pada bait sebelumnya hingga tidak bisa dengan mudah menemukan makna
pada bait tersebut, namun dari bahasa yang di pakai Deddy Firtana Iman
menjelaskan bahwa ia sedang mendoakan “si tua” yang sedang menuai kesakitan.
Penulis puisi tiada meenaruh kata langsung, melainkan kata imajinasi sehingga
setiap pembaca bisa memberikan arti menurut masing-masing. Pemberian arti oleh
setiap pembaca memang sudah hal lazim dan penulis pun tidak dapat mengahalaunya.
Karena apabila penulis memainkan imajinasi pada karya sastra khususnya puisi
akan mempunyai banyak arti. Seperti prinsip dasar sebuah puisi adalah berkata
sedikit mungkin, tetapi mempunyai arti sebanyak mungkin.
Di baris terakhir bait dua terakhir penulis puisi
menerangkan bahwa // Sebentar lagi, mungkin dia akan meninggal //. Penggalan
bait tersebut dia mengatakan mungkin “si tua” akan meningga, umur yang telah di
makan oleh waktu. Alur puisi ini terus berlanjut sampai di bait terakhir //
Selamat jalan ayahku // “si tua” yang sudah meninggal, dari bait-bait
sebelumnya penulis menggunakan kata “si tua” yang dimaksud adalah sang ayah.
Ayah yang menurut Deddy Firtana Iman // Kau adalah pejuang dalam batinku//.
Dari serangkaian cerita dalam puisi tersebut dapat
kita simpulkan adalah kisah pilu ketika kehilangan seorang yang sangat dekat
dengan kita, seorang yang selalu memberi kita nafkah dari hasil jerit payahnya
sendiri. Tema yang terkandung dalam puisi tersebut adalah ketegaran sang anak
saat kehilangan ayah tercinta. Amanat yang dapat kita ambil dari puisi tersebut
adalah bagaimana kita dapat berlapang dada dengan ikhlas melepaskan seseorang
yang disayangi dan dapat mengambil contoh baik dari ayah, karena pemimpin dalam
rumah tangga adalah ayah, buka orang orang lain. Ayah adalah sosok yang patut
kita beri jempol juga bisa banyak belajar dari keseharian yang dilaluinya,
bertanggung jawab terhadap keluarga hingga ayah dapat dikatakankau adalah pejuang batinku. Seperti
kata Deddy Firtana Iman dalam Puisi Penantian Kemeja Tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar